Dulu ketika ngekos di Cideng Tanah Abang, acapkali kalau mau pulang, mesti lewat pasar Tanah Abang yang tak pernah sepi di kala hari kerja. Ya macetlah, ya pedagang di mana-mana, ya abang-abang ngangkut baranglah, bajaj ngetem dan segala dinamika kehidupan tumpah ruah di sana.
Di antara hiruk pikuk saban hari itu, ada sebuah bangunan putih yang nyempil, persis di tepi jalan di samping Blok A. Rumah Merah, begitulah dulunya ia dikenal sebagai vihara. Aku tak pernah berkunjung karena kadung penat melihat kerumunan manusia. Padahal vihara itu sangat anomali cantiknya dan menonjol sekali pesonanya di antara keramaian dan milyaran rupiah pergerakan ekonomi Tanah Abang. But still, the building remains calm, peaceful and untouchable.
Barulah pada Desember 2019, entah apa yang terjadi, tempat sembahyang itu berganti jati diri menjadi sebuah restoran yang dinamai Kapitan Lim. Hey apakah itu milik sepupu maha jauh yang tak kukenal karena kami sama-sama bermarga Lim?
Kalau dipikir sungguh kafir diri ini. Dulu ngekos deket sini bertahun-tahun, disamperin aja kagak. Sekarang udah jadi tempat kekinian dan karena liat temenku fotonya bagus di sini, langsung dong ke sini padahal ngekosnya udah pindah ke selatan Jakarta. Haiya…
Jadi begitulah kawan. Amoy satu ini pun tiba di Kapitan Lim pada siang hari. Tak susah memberitahu ojolku ke mana tujuanku. Dia langsung bergumam “ooow rumah merah yah”.
Aku diturunkan persis di depannya Kapitan Lim. Bangunannya makin elok karena dipugar lagi, dicat ulang, ditambahi lampion dan kini ada mbak-mas yang membukakan pintuk ketika aku masuk.
Aku memilih duduk di sofa. Baru juga pantat ini menemukan tempat empuk, mbak waitresnya langsung berujar “Maaf mbak, pesan di kasir dulu yah.”
Oalah baik. Aku pun menuju kasir yang berada di tengah bangunan dan mengantri. Tapi kalau mau makan prasmanan yang menunya kuliner lokal dengan taste peranakan macam capcay, sapi jahe, sapo tahu dll. Mereka punya paket prasmanan mulai dari 40K untuk 2 lauk 1 sayur dan nasi. Kalau tak mau, tersedia mie penang dan kuetiau pontianak yang menjadi best seller mereka.
Berhubung aku masih kenyang dan bukan pengen makan ke sini, akhirnya aku pesan jus melon segar. Awalnya sempat tergoda mereka punya minuman boba dan es tarik, tapi berhasil aku urungkan niat itu.
Aku pun duduk di tengah samping prasmanan. Kukira restonya hanya segitu saja luasnya, namun ternyata di belakang masih ada tempat duduk dan tangga menuju lantai 2. Namun baru naik ke lantai 2 aku udah sesak napas karena area ini untuk merokok semua. satu lantai. Hmmm..
Setelah itu aku pun turun lagi. Suasana di bawah lebih cocok untukku. Sambil menunggu teman, aku habiskan waktuku untuk memandangi orang lalu lalang. Tak jarang orang yang lewat selalu melihatku dari balik kaca karena jendela bangunan yang besar dan transparan. Mungkin mereka pun heran dan bingung tempat apakah ini.
Ajaibnya, begitu di resto suasana riuh di luar tidak terdengar sama sekali. Nyaris hening. Hanya ada lantunan tembang lawas Indonesia yang diputar mengalun dengan pelan sehingga tidak mengusik ketenangan. Aku membayangkan jikalau dulu memanjatkan doa di sini, pastilah sangat khusyuk sekali. Ornamen-ornamen Tionghoa juga sangat kental dipajang di berbagai sudut sehingga menciptakan suasana yang sangat berbeda. Berasanya di Glodok, di Penang, di China tapi nyatanya kaki masih menjejak di Tanah Abang.
Beberapa sudut ruangan ini sepertinya memang tercipta sebagai studio foto dadakan seperti di bawah tangga lantai 2, jendela kaca atau rak-rak kayu dan poster jadul nan vintage. Di lantai 2 juga sebenarnya sih juga OK tapi yah itu karena aku anti asap rokok, ga kuat lama-lama.
Kesimpulan
Transformasi vihara menjadi resto ini sukses besar. Restonya ramai. Tempatnya nyaman banget. Pelayanan memuaskan. Buat yang suka liatin orang, di sini tempat paling pas. Gak perlu panas-panasan tapi bisa sambil ngopi cantik. Terus harga juga masih OK lah standar cafe/resto. Makanan lezat semua. Aku nyicip dikit Kuetiau Goreng Pontianak temenku ehe.
Jadi kalau lain kali disuruh nemenin emak/siapapun, kalian drop aja mereka di pasar, terus tunggu di Kapitan Lim hahah soalnya kalau sekitar Tanah Abang kan belum ada tuh resto/cafe asik jadi ini bisa jadi salah satu rekomendasi cihuy. Ohya mereka buka tiap hari gak nanggung-nanggung loh dari jam 6 pagi hingga 6 malem. Wow ngikutin jam operasional pasar banget ini mah. Keknya kalau dilanjutin buka hingga maleman juga asik ketika pasar Tanah Abang udah tutup biar gak rame banget gitu. Apalagi restonya punya lampu-lampu kece gitu jadi pasti pas malem lebih enak lagi suasananya gitchu. Setuju?
Lai lai. Come Come to this place lar….
Kapitan Lim
Alamat : Jl. Fachrudin No.82A, Kp. Bali, Kecamatan Tanah Abang,
Jam Buka : Setiap Hari 06.00-18.00 WIB
Tonton Videonya biar makin keliatan tjakepnya nih resto~
**
****
Belanja baju keren & murah di shopee ini yah.
**
NEXT : Facial di Erha
NEXT : infinity Pool di Jakarta
NEXT : Kalau hidung mampet / pas covid ga bisa nyium bau, coba pake sterimar nasal spray.
NEXT : Sedot eek kuping penyebab telinga berdenging
ngga bisa membayangkan kalo mesjid yang kemudian dijadiin resto ?
wkkw belum ada yah sejauh nih
mungkin bukan sepupu maha jauhmu, bisa jadi itu adalah kakek dari kakekmu hihi..
-Traveler Paruh Waktu
WKKWKW BENER BISA JUGA