Desember 2012
Bertolak dari kota Bengkulu, saya dan teman (sebut saja D) kala itu mengendarai sepeda motor menuju ke arah Hutan Lindung Taba Penanjung di Provinsi Bengkulu.
Awalnya, saya tidak punya ekspektasi apa-apa dalam perjalanan kali ini. Berhubung dapat tiket gratisan, maka tanpa tedeng aling-aling saya membelokkan kepulangan dari yang awalnya ke Jambi jadi ke Bengkulu. Tidak ada rencana apa-apa. Tidak ada waktu yang perlu digesa-gesa. Semua itu semata hanya ingin bersua dengan sahabat lama saya itu.
Namun sesampainya di Bumi Rafflesia, tiba-tiba saya berhasrat mengunjungi Rafflesia Arnoldii, bunga yang wujudnya bisa saya jumpai di logo provinsi, dilukis di gapura, dicetak di Batik, hingga jadi aksesoris kepala penari lokal. Ibarat wanita padang kalau menikah menggunakan suntiang, mungkin kalau cikgna (gadis) Bengkulu nikah, suntiang-nya berwujud bunga parasit ini.
Anyway, si D pun akhirnya “terpaksa” mengantarkan saya dan rela bolos kerja demi roadtrip ini. Dari awalnya kompleks-kompleks perumahan, perlahan pemandangan berubah wujud menjadi jalan berkelok-kelok yang kiri kanannya hutan dan jurang. Si D menyuruh saya agar awas mata mana tahu ada “papan pengumuman” berupa informasi tentang Rafflesia Arnoldii. Bunga Rafflesia Arnoldii ini meski bukan tumbuhan musiman, tapi waktu merkarnya juga tidak dapat diprediksi.
Meski sudah memperhatikan dengan saksama, saya tak menemukan spanduk atau apapun yang mengindikasikan keberadaan kembang tersebut. Yang saya temukan justru banyaknya pipa mata air yang menggoda untuk dihampiri. Kata D, airnya bersih, dingin dan dapat langsung diminum. Kadang di samping pancuran tersebut, ada tempat khusus jika ada yang berbaik hati menyumbangkan receh seadanya.
Semakin kami berkendara, cuaca terik Bengkulu sudah tak terasa lagi karena kini kami diselimuti udara sejuk, bahkan cenderung dingin dan mendung. Setelah hampir sejam berlalu, kami berhenti di warung penduduk dan menanyakan keberadaan si Rafflesia Arnoldii.
“Baru bae bungonyo mekar,” begitu info yang kami terima dari si bapak warung. Sekarang si bunga telah layu, lenyap melebur dengan tanah. Ya nasib…
Karena sudah terlanjur jalan jauh, kami pun memutuskan lanjut saja hingga ke Kepahiang, sebuah kabupaten yang terletak di balik bukit ini. Setibanya di sana, hujan pun turun membasahi bumi. Kami meneduh sambil mengisi perut dengan semangkuk mie ayam. Sambil melihat tetesan air jatuh di depan warung tersebut, saya merasa bakalan kecewa kalau sampai tidak bisa berjumpa dengan puspa langka tersebut.
Tetapi jika takdir tak mengizinkan, apa mau dikata. Sepanjang perjalanan balik menuju ke Bengkulu, saya cuma terdiam sambil menunggu….Mukjizat.
“Eh.. itu apa?” tanya D.
Sambil menengok ke kanan jalan, kami melihat spanduk besar terbentang. Kami jadi saling berpandang-pandangan karena heran, masa iya tadi kami melewati jalan yang sama persis tapi bisa nggak melihat ada spanduk segede ini? *geleng-geleng*
Untuk memastikan, kami parkir di warung seberang jalan spanduk ini dan bertanya soal keberadaan Bunga Rafflesia Arnoldii kepada ibu-ibu di dalamnya. Si ibu pun mengiyakan keberadaan si bunga dan dengan baik hati mengutus suaminya untuk mengantarkan kami ke pintu turun di belakang spanduk tersebut.
Saya diberikan sebatang kayu untuk membantu saya yang tertatih-tatih turun. Tak berapa lama, dari kejauhan saja saya sudah bisa melihat si cantik bunga Rafflesia yang terongok di bawah lembah.
Cahaya matahari yang masuk melewati sela sela pepohonan bagaikan spotlight yang membuat bunga Rafflesia Arnoldii terlihat bersinar. Di antara guguran dedaunan dan tanah basah selepas hujan, di situlah dia bersinar dengan indahnya. Warnanya yang merah merekah tak hanya mengundang lalat tetapi juga kami. Tanah masih becek dan membuat medan untuk turun bukit menjadi lebih beresiko. Belum lagi jika tidak hati hati pilihannya antara jatuh terjerambab atau masuk jurang??
Namun semangat kami untuk lebih mendekat ke Bunga Rafflesia Arnoldii semakin mengebu-gebu.
Perlahan tapi pasti, saya akhirnya sampai juga di pagar yang menjadi pembatas antara saya dan si Rafflesia Arnoldii. Rasanya tak terkira akhirnya bisa mencium bau busuk yang menyeruak dari bunga ini. Sumpah! tadinya saya sudah terlanjur berpikir mungkin saya belum berjodoh bertemu si Raflessia Arnoldii. Eh, di saat saya mulai ikhlas untuk melepaskannya di saat itu jugalah, nasib yang nggak ikhlas melihat saya murung.
Dan disinilah saya sekarang. Di depan bunga Rafflesia Arnoldii. Yang bikin tambah bahagia adalah tepat di sampingnya lagi, ada si “bayi” alias si bonggol atau tunas Rafflesia yang tinggal menunggu waktu untuk menyapa dunia.
Sekitar 10 meter dari bunga Rafflesia pertama yang dijumpai, kami juga melihat ada satu lagi bunga Rafflesia yang persis sama terletak di sebelah kanan dan menempel cantik di penanjakan bukit. Bunga Rafflesia yang satu ini tidak dipagari sehingga bisa diajak berfoto. Cheers!
“Dengan ini, saya pun sudah bisa meninggalkan Bengkulu dengan tenang,” gumam hati kecilku.
Juli 2017
Bus yang saya dan teman-teman blogger Famtrip Bengkulu tiba-tiba berhenti mendadak. Saat itu kami tepat berada di tikungan tajam di Liku 9, yang ada di Taba Penanjung.
“Mas, Mbak kita turun dulu yah karena ada Bunga Rafflesia yang mekar.” begitu suara dari microphone yang membangunkan kami dari istirahat sejenak.
Ingatan saya jadi terlempar lagi pada memori 5 tahun silam. Sedari awal perjalanan, begitu bus dikelilingi hutan rimba, saya memang sudah ber-dejavu. Saya mencoba menerka-nerka wc umum mana yang saya singgahi dulu ketika jalan bareng D, kelokan mana yang hampir membuat saya tersungkur dari motor, hingga warung mana satu yang membawa saya melihat Rafflesia Arnoldii untuk pertama kalinya. Sayangnya, tak satu pun yang saya kenali. Ugh! Saya jadi benci pada diri saya yang pelupa ini.
Belajar dari trip pertama kali ke Bengkulu tersebut, saya sengaja tidak menaruh harapan terlalu banyak jika berurusan dengan puspa langka di Bengkulu. Dari itinerari perjalanan, tertulis bahwa kami hanya akan mengunjungi Bunga Bangkai di sore hari, sehingga ketika tahu bahwa ternyata ada bunga Rafflesia Arnoldii yang sedang mekar ketika kami di tengah jalan, sungguh sebuah kebetulan yang sangat menyenangkan.
Bedanya, kali ini perjalanan kami ditemani pemandu yang kompeten dari Komunitas Peduli Puspa Langka. Dari merekalah saya baru tahu ternyata di Bengkulu biasanya ada empat jenis Rafflesia yakni Rafflesia Arnoldii, Rafflesia Gadutensis, Rafflesia Hasselti dan Rafflesia Bengkuluensis. Yang sekarang dan dulu saya jumpai adalah yang berjenis Rafflesia Arnoldii.
Medan yang ditempuh untuk mencapai bunga ini juga masih cukup sulit seperti dulu, yakni jalan tanah (ber-pacet) dengan kemiringan yang cukup curam. Kebetulan pula Bunga Rafflesia Arnoldii kali ini bercokol di sebuah penurunan yang jaraknya sekitar 500 meter di bawah. Tak jauh sebenarnya, namun karena rombongan famtrip ini ada 30an orang, maka kami harus mengantri turun dan juga antri melihatnya.
Selagi menunggu, saya melihat bakal calon Rafflesia yang masih kecil banget. Katanya, bakal calon ini sebenarnya banyak namun tak semua dapat tumbuh menjadi bunga. Ada yang sebagian mati, sebagian lagi bisa juga terinjak manusia. Maka itu, disarankan hanya berjalan di jalan yang telah disediakan,
Giliran saya pun akhirnya tiba. Saya deg-degan juga dengan perjumpaan kedua bersama Rafflesia Arnoldii ini. Saya ingat-ingat bunga ini hampir persis dengan yang dulu saya jumpai. Usianya sudah tiga hari. Empat hari kemudian, pastilah dia sudah tiada.
Saya mengintip ke dalam isi bunga berdiameter 60cm ini dan melihat beberapa lalat yang hinggap di sana. Mereka tampak menikmati bau darah yang ada di dalam. Karena hari ini kering dan panas, bau busuknya tidak terlalu kentara dibanding dulu saya jumpai selepas hujan.
Setelah itu, saya pun menyudahi perjumpaan ini, mengingat antrian yang mengulur masih panjang.
__
Sorenya, rombongan kami menuju ke Konservasi Bunga Bangkai yang ada di Desa Tebat Monok, Kepahiang. Karena sama sekali belum pernah melihat kembang yang satu ini, saya pun bergegas turun dari bus, apalagi mengingat jam sudah pukul lima lewat.
Sekitar 200 meter ke bawah, saya terpukau melihat Bunga Bangkai yang berdiri tegak ke atas. Kabarnya, usia bunga bangkai lebih cepat daripada bunga Rafflesia Arnoldii. Bunga ini rupanya telah mekar beberapa hari yang lalu dan biasanya hanya bertahan 1-2 hari saja. Ajaib juga hingga hari ke tiga ini si bunga bangkai masih berdiri kokoh. Jangan-jangan nungguin kami doang?
Saya pun langsung berdiri tepat di samping bunga agar bisa memprediksi tingginya bunga. Ada yang bisa tebak berapa meter?
Soal bau? Lagi-lagi saya merasa beruntung karena bau bangkainya tidak begitu menyengat. Mungkin karena sudah di akhir-akhir hayatnya. Katanya kalau beneran mekar di hari pertama, sekampung pun bisa tercium baunya. Oleh karena itu, dulunya bunga ini malah ditebangi oleh warga karena dianggap penggangu. Belum lagi mitos-mitos seram yang sering disematkan kepadanya, membuat jenis bunga tertinggi di dunia ini semakin tak punya tempat di tanah kelahirannya sendiri.
Miris? Banget. Tapi untunglah, sekarang sudah ada masyarakat yang sadar. Mereka bergerak sendiri dan merawat bunga ini tanpa pamrih. Rasanya “uang kopi” yang diberikan oleh para pengunjung tak kan sepadan dengan jasa-jasa mereka melestarikan flora asli Bengkulu.
Jangan lupa tonton video jalan-jalan Bengkulu-ku yang lain yah :
**
****
Belanja baju keren & murah di shopee ini yah.
****
NEXT : Nginap di hutan untuk ketemu orang rimba
**
NEXT : Kalau hidung mampet / pas covid ga bisa nyium bau, coba pake sterimar nasal spray.
NEXT : Sedot eek kuping penyebab telinga berdenging
NEXT : Facial di Erha
Famtrip Bengkulu beyond my expectation. Nggak nyangka akan bisa lihat langsung rafflesia & bunga bangkai dalam satu kunjungan, dalam satu jalur, dalam satu kesempatan. Hamdalah, rejeki anak-anak sholeh sholehah ya kak Len hahaha. Meski bagi genk jompo tetep agak PR blusukan ke hutannya. Aku kepleset 2x pun
Iyah kak rejeki yah! tapi beneran deh sekali kunjungan itu gak cukup banget. Kita perlu balik lagi yessss
momen langka! selamat yaaa akhirnya dapet juga apa yang dicari. gak percuma penantian hampir 5 tahun..haha
heheh syukur alhamdulilah yah mbak 🙂
Jadi Kak Lenny sebelumnya sudah menjelajah hutan ini. Sdh dua kali dong liat Rafflesia Arnoldii mekar. Bikin iri aja.
iya dua kali mas 🙂
pijit idung rapat-rapat, baauuu……
Len susah amat masuk dan buka website kamu tuh
masa sih kong? lemot yah?
Rejeki anak sholeh ya kak.. Gak ada di itinerary Tapi malah bisa liat Rafflesia? Yg bule2, jaih2 dan Bolak-balik ke Bengkulu, gak bisa nemu Rafflesia. Mungkin gara2 aku ikut famtrip ini *iya in aja, anaknya suka halu
okeh deh.. IYA kak astin 🙂
Bah, 2 kali jumpa dengan si bunga cakep (tapi bau yak? hahaha). Aku yang “dekat” dengan Bengkulu aja belom kesampaian jumpa. Aih, mupeng sangat.
sana lah kau bang pergi tengok.. tetanggaan pun hehe
Bagus ya bunganya? semoga aja akan terus ada dan dapat di perbanyak.
amin..kita doakan yah 🙂
Duuuh Rafflesia ini bikin aku terpikat untuk foto bareng lagi.
Kamu kalau mau balik ke Bengkulu, colek colek Raisa yah kaaak. (((RAISA)))
Okay tunggu colekanku raisa 🙂
Wahh kak bisa liat dua kali ya.
aku sekali aja udah senang, baru pertama kali berkunjung langsung liat dua jenis bunga langka haha
hahha ayo datang lagi buat liat ke dua kalinya
Raflesianya gak dikandangin gitu yah. Kuatir aja gitu disepakin anak-anak.
Atau ada yang jagain yah?
wkwk aku pernah liat yang dikandangin..kalo yang kali ini kagak..udah ada yang jagain sih
Wah, beruntungnya kak, aku baru sekali liat bunga bangkai, rafflesia belum euy 🙂
emang untung2an kalau gini sih heheh ayo ke bengkulu lagi
Kak Lenny, kalau mau lihat bunga bangkai di bengkulu, ada trip apa ya yg bisa saya gunakan?? Saya dari luar Bengkulu dan pengen banget liat puspa langka tapi gak tau harus pakai trip apa?? Mohon infonya ya kak ?
Pakai @alesha.wisata di IG yah 🙂
hallo lenny Lim
Nama saya Ucok Sirait
saya ada website untuk Raflesia tour
boleh ijin jika saja ambil photo kamu yang dengan bunga bankai lalu saya partner ke website kamu saya buat link kamu juga jadi semua pelanggan saya bisa lihat web kamu juga ?
Hi ucok,
Baiklah boleh jika mencantumkan nama saya dan link website ini.