Sewaktu aku bilang ke supir rentalku di Bangka bahwa aku tuh pengennya ke Danau Ampar atau Red Hill, dia langsung tidak tertarik mengantar ke situ. Dia bilangnya tempat ini gak bagus. Aku jadi ragu jangan-jangan dia belum pernah ke sini, atau bahkan gak tahu tempat ini, tapi udah langsung suudzon aja. Huft!
Esoknya, untuk membuktikan ucapan si supir rental itu, aku ke sana sama meme pake motor. Sebelnya kami diterjang hujan-reda-hujan-lagi berkali kali. Pas akhirnya tetep ke sana, dari Pangkalpinang kira-kira butuh 45 menit ke arah Sungailiat. Kami hanya berbekal GPS saja. Pas di googling, tidak ketemu Danau Ampar, malah adanya Red Hill doang. Mungkin awalnya yang review ini bule kali yah? btw aku pun tahu tempat ini dari hasil stalking IG bangka gitu. Dari postingan yang ada, tampak belum mainstream dan langsung membuat anganku teringat akan Sedona, Grand Canyon dan semasa aku di Arizona. Penuh dengan tanah dan bebatuan merah gitu. Argggh aku jamin tempatnya pasti kece!
Dengan semangat menggebu begitulah, aku naik motor. Ketika sudah mau dekat, kami berbelok dari gang kecil menuju jalanan yang semuanya tanah merah. Becek dan licin karena habis kena hujan. Aku bawa motornya jadi pelan banget karena berasa goyang-goyang. Dari semak-semak, aku sudah bisa liat semacam gundukan tanah liat merah dari kejauhan. Jadi semacam Uluru di Australia nih, karena lanskap nya tampak seperti seonggok “batu” di tanah kering.
Ketika berusaha mencari jalan masuk, aku sempat kepayahan karena tiga akses masuk, tanahnya makin licin dan basah. Sempat aku coba paksa sekali, tapi belum seberapa masuk, ban motor udah kayak ketelen tanah merah. Aku jadi takut, dan buru-buru mundurin motor. Takut bisa maju, malah gak bisa keluar tar. Apalagi daerah ini nyaris tidak ada orang. Begitu masuk ke jalan merah ini, hanya ada motor kami.
Satu-satunya yang bisa kulihat hanyalah sebuah mobil yang parkir di semak-semak. Lalu tak jauh dari sana ada orang lagi pre-wedding. Wih!!! pengen ikutan.
Dengan berat hati, kami memutuskan membatalkan masuk lebih jauh dan pulang saja. Miris rasanya emang cuma bisa mandangin dari kejauhan gini. Tapi ini pula yang bikin semangat untuk ke sini besoknya.
Pagi-paginya aku udah pesen ke meme untuk bangun pagi. Kami mulai jalan jam 8an, sebelum hujan turun. Lagian ini hari terakhir kami di Bangka. Jadi aku harus lunasin nazar buat ke sini dulu. Aku langsung menyalakan motor dan ngebut, berhubung sudah hapal jalan. Toh cuma lurus aja terus tar belok masuk tikungan hehe.
Sepanjang jalan komat-kamit biar jangan hujan lagi, kalau gak yah sama aja tar nasibnya kayak kemarin. Sempat rintik gitu sih di jalan, namun aku keukeuh harus tiba di sana. Untungnya ketika kembali lagi ke jalan merah itu, tanahnya sudah agak kering. Pas mau masuk ke sananya juga tanah sudah sedikit mengeras sehingga bisa dilewati, meski meme kusuruh turun biar bannya gak masuk eheheh.
Karena ini aslinya masih daerah tambang yang masih aktif, tak seperti Danau Kaolin yang sudah jadi atraksi wisata, maka tidak ada sedikitpun petunjuk, parkir, warung, wc, petugas penjual tiket, atau semacam itulah. Aku parkir di motor sebuah rumah (gubuk?) satu-satunya yang ada dan paling dekat di lokasi ini. Aku permisi minta izin meletakkan motor, dan abang-abang yang sedang mengutak-atik motor pun mengizinkan. Baik sekali~~~
Setelah parkir, ambil kamera, aku pun langsung menghambur ke Danau Ampar tersebut. Aku kayak deg-degan gitu karena lihat langit yang awannya masih mendung, berasa lagi balapan sama hujan. Setelah tiba di depan “gundukan tanah merah” ini, aku bingung juga mau naiknya karena tinggi. Akhirnya aku menemukan celah atau semacam ceruk mengangga yang agak rendah dan bisa kudaki. Mendakinya pelan-pelan karena “gundukan” ini hanya berupa semacam tanah liat, tapi ada bongkahan batu juga. Kemiringannya cukup curam loh. butuh waktu beberapa menit hingga aku sampai juga di bibir cerukan tersebut dan terpukau dengan isi dari gundukan ini.
Danau Ampar alias Red Hill
OMG! Bagusnya~~~
Semacam kawah gitu..airnya turquoise di tengah tapi makin ke tepi warnanya makin bening. Lalu di pinggir-pinggir gundukan terpahat jelas kayak ukira-ukiran corak tebing. Unik!
Mungkin ini perasaan kalau habis capek naik gunung Rinjani, terus ketemu Danau Segara Anak yah. Yah semacam itulah kelebayanku melihat vista yang ada di depan mata. Sempat terpikir ini aku lagi di Mars atau di mana yah?
Ekspektasiku awalnya paling kayak Danau Kaolin tapi ternyata lebih Wow!
Aku sempat menikmati cukup lama di titik ini, hingga rasa penasaran membawaku mengeksplorasi bagian lain dari tempat ini.
Aku turun lagi, lalu berusaha mencari ceruk pendakian lainnya yang bisa aku daki. Seru juga berasa lagi main pas waktu kecil, manjat-manjat tanpa takut kotor atau jatuh. Pas naik di ceruk lainnya, sudah langsung bisa berjalan di atasnya, yang ternyata cukup luas. Dari sana, bisa turun ke bawah juga, yang mana lebih susah, karena licinnnn. Meme sempat kepeleset. Maklum kami cuma pakai sandal jepit gitu. Ya elah persiapannya kurang banget yah…
Pas turun ke bawah, ada kepengen pegang airnya sih, tapi cemas, sepertinya masih mengandung timah atau zat berbahaya lainnya. Jadi diurungkan aja niatnya! Padahal keliatan bening dan jernih loh dan katanya orang lokal seperti anak-anak bahkan senang mandi dan main air. Pas ke Museum Timah, aku sempat tanya staf penjaganya apakah air bekas danau penambangan timah ini berbahaya namun cuma dijawab diplomatis “Saya tak bisa menjawab karena di luar kemampuan saya”. Ok baiklah…
Kalau dilihat, ternyata tempat ini cukup luas dan terdapat dua buah danau. Yang danau pertama ini cenderung sudah ditinggalkan dan tidak ada aktivitas apa-apa. Sedangkan yang satu lagi, yang mana lebih lagi becek dan lembut tanahnya, masih aktif digali terus. Pas aku ke sana, kakiku sampai terjerambab masuk dan sudah deh celana panjangku malah kena tanah lengkap dengan kakiku kotor habis. Aku gak nyamperin pekerja yang kayaknya lagi nyedot air (timah?) karena jaraknya pun jauh. Sudah gitu susah jalan juga jika tidak pake sepatu boots.
Di satu sisi, aku ngeliatnya agak miris yah. Di depan mataku, isi bumi lagi dikerok habis-habisan. Memang sih mungkin tambang ini legal, tapi gimana gitu yah. Begitu banyak pertambangan timah yang meninggalkan jejak kayak ini di Bangka Belitung. Pasti ada efeknya buat lingkungan hidup sih. Namun, so far aku belum melihat pemerintah atau masyarakat yang cemas melihat hal ini.
Meskipun akhirnya danau-danau bekas timah itu surprisingly indah dan surreal lantas disulap jadi objek wisata serta menguntungkan warga sekitar, aku harap yah cukup lah beberapa ini aja. Jangan bikin muka bumi Bangka Belitung makin bopeng yah. Amin!
Liat videoku yang lain juga yah soal Bangka.
**
****
Belanja baju keren & murah di shopee ini yah.
****
NEXT : Nginap di hutan untuk ketemu Orang Rimba
NEXT : Kalau hidung mampet / pas covid ga bisa nyium bau, coba pake sterimar nasal spray.
NEXT : Sedot eek kuping penyebab telinga berdenging
NEXT : Facial di Erha
Len, makanya kebanyakan gigi orang Bangka Belitung pada jelek dibanding dari daerah lain karena airnya sudah lama sekali terkontaminasi tambang disana
Iya kong, karena timahnya sampai ke air butuh konsumsi sehari-hari. Hiks!
kalau warna airnya bagusan danau kaolin yah, cuman tepiannya yang kaya tebing2 gitu kece euy buat foto2..
-Traveler Paruh Waktu
betul apalagi di sini tambangnya masih aktif sebenarnya jadi airnya mungkin masih keruh gitu. cuma pinggirannya emang lebih eksotis di banding kaolin hehe