Kalau selama ini yang saya ingat tentang Semarang, yah paling Lawang Sewu, Sam Poo Kong, Lumpia, dah itu aja. Iyah cetek banget yah pengetahuan saya. Untungnya saya diajakin menyambangi Mangrove Tapak di Tugurejo, dekat kota Semarang. Area ini merupakan wilayah konservasi mangrove yang dibentuk pada tahun 2012. Sejak tahun itu, masyarakat di sekitar pun aktif melakukan penanaman mangrove. Lama kelamaan, jerih payah warga sekitar menunjukkan hasil yang cemerlang dan membuat kawasan yang semula merupakan tempat pembuangan limbah industri ini menjadi hijau.
Akhirnya pada Agustus 2015, dibentuklah kelompok desa sadar wisata yang lebih memfokuskan diri mereka dalam mengembangkan potensi yang telah ada di sini. Seiring makin populernya Mangrove Tapak, pengunjung bisa belajar lebih banyak mengenai mangrove dengan mengikuti berbagai tur yang tersedia yaitu trekking mangrove selama dua jam (35ribu saja), atau susur sungai. Susur sungai pun ada dua. Paket hemat atau komplit.
Yah kami pilih paket komplit lah (95ribu saja), paha dua nasi banyakan!
Ketika sampai di lokasinya yang cuma sekitar setengah jam dari Hotel Panandaran, saya diberikan boots serta topi caping. Sedangkan life jacket tidak saya pakai karena menggangu #ootd #dikeplak. Gak ding karena saya percaya sewaktu susur mangrove airnya tidak terlalu dalam hanya sekitar dua meter, namun rupanya di bawah itu rupanya bukan tanah tapi endapan bekas limbah dulu jadi kalo kecebur malah susah keluar dong? Nah jangan ditiru kayak saya yah :p
Setelah itu, saya dan beberapa teman menuju ke salah satu nelayan yang sudah menunggu di kapal perahu. Satu perahu bisa menampung 5 tamu, karena dua lagi sudah termasuk guide dan nelayan yang nyupirin. Jangan banyak-banyak ah kapalnya kan kecil 🙂
Kapal yang saya tumpangi mulai berjalan pelan karena memang daerah yang kami susuri hanya 3-4 meter. Kalau ada perahu dari arah sebaliknya, mungkin gak muat kali ya?
Sambil dikelilingi barisan pohon mangrove yang ada di kiri & kanan, saya bisa melihat dengan seksama kepiting – kepiting yang bersembunyi di balik akar mangrove. Perahu yang kami tumpangi pun sempat berhenti sebentar karena guide kami akan memberikan informasi sekilas tentang mangrove yang ada di sini. Rupanya di area ini terdapat tiga jenis mangrove yakni Rizophora (bakau), Avicenia (api-api) serta satu lagi Bruguiera yang didatangkan dari Bali karena di Jawa belom ada. Memang mangrove dikenal sebagai tumbuhan yang berfungsi untuk menahan abrasi dari air laut. Selain itu, pohon ini juga rumah bagi kepiting, ular air dan ikan -ikan yang banyak dipelihara di sekitar ini.
Lalu kami pun masih melanjutkan perjalanan. Saya tak berhenti – hentinya terkagum kagum melihat warna hijau di sekeliling. Kayak bukan di Semarang, tapi berasa lagi di Vietnam..karena saya lagi pakai topi caping ini heheh. Hello my name in Tan Nguyen Lenny 😀
Sambil foto – foto gitu kami semua bergumam dan setuju jikalau tempat ini cocok untuk tempat foto prewed yang unik. Si mbak guide langsung dengan semangat mengatakan bahwa memang benar di sini sudah ada beberapa orang yang melakukan pemotretan. Wiih!
Perahu kami terus menuju ke muara yang lebih besar. Sisi kanan-kiri yang tadinya hijau telah berubah lanskap menjadi air. Hore kami kembali ke laut. Di pesisir, saya menjumpai beberapa ban yang diikat menjadi satu yang rupanya berfungsi untuk alat pemecah ombak yang lebih baik daripada dicor doang. Biar makin kokoh, lagi ditanamlah mangrove di dalamnya sehingga dia bakal lebih kuat lagi.
Kami juga melewati beberapa tempat di mana nelayan meletakkan rumpon, semacam perangkap untuk menangkap udang. Biasanya diturunkan di sore hari lalu nanti akan dipanen esok paginya. Bangunan dari bambu ini langsung kami datangi dan saya pun ketagihan untuk bernarsis ria.
Selanjutnya, mbak Guide memberitahukan bahwa kami akan melakukan penanaman bibit mangrove di pulau Tirang. Pulau ini ternyata punya sejarah khusus karena kata “Rang” dari “Semarang” ternyata berasal dari pulau ini.
Sayangnya, akibat reklamasi yang dilakukan di dekat Marina dan di kendal kayu manis, pulau ini pun menciut drastis dan kondisinya agak terbengkalai. Dulunya terdapat sumber mata air tawar di pulau ini tapi sekarang udah menghilang. Kini pulau yang luasnya tak lebih dari lapangan bola ini hanya terdiri dari pasir-pasir berwarna hitam. Namun karena saya sudah lama tak bertemu air, pasir, dan ombak, senengnya bukan main sampai awalnya lupa melepas topi dan boots! HAHA!
Dulunya kalau mau ke pulau Tirang ini, harus dari Mangrove Tapak naik perahu, tapi sekarang udah ada jalan darat yang bisa diakses dari Marina. Untuk mendoakan pulau Tirang senantiasa terjaga, kami pun melakukan penanaman bibit Mangrove di pulau ini. Seneng deh!
Balik dari pulau Tirang, kami ke spot terakhir yaitu melihat para nelayan menangkap ikan di kolam. Meski gak ada yang nyemplung buat ambil ikan langsung, tapi kami melihat sendiri cara bapak-bapak ini dengan giat mengambil ikan dan udang. Pengunjung juga bisa mancing ikan di sini tapi kalo dapetnya Bandeng gak bisa dibawa pulang, karena lagi dipelihara di sini. Let it go yak!
Meski acara tur ini telah usai, kami beruntung masih bisa merasakan kenikmatan ikan dan kepiting untuk makan siang. Rasanya maknyos apalagi sambil terkenang akan indahnya pemandangan yang baru saya lihat tadi.
Ah, terima kasih Mangrove Tapak. Semoga selalu lestari!
**
NEXT : Bubble House di Gedong Songo
**
****
Belanja baju keren & murah di shopee ini yah.
****
NEXT : Nginap di hutan untuk bertemu Orang Rimba
NEXT : Sedot eek kuping penyebab telinga berdenging
NEXT : Facial di Erha
Kuliner di Semawis bikin program diet gagal. Semarang emang kece.
Iya tapi aku lebih kepengen kita nyicipnya yang di pinggir jalan itu loh. Lebih banyak variasi yum-yum.
Mendatangi Mangrove Tapak ini jadi pengalaman paling berkesan selama aku berada di Semarang. Bonusnya, bisa nanam mangrove pula *pukpuk si Mangrove, semoga dia tumbuh subur seperti aku. Muahaha
Hahaha amin..tumbuh besar dan kuat!!
Iya banget nihh.. ternyata semarang wisata desanya kece2
SETUJU!!! 🙂
Huahahahaha aku lho sampe nanya ke mbaknya
“Pernah ada yang kecemplung ke air mba?”
“Belum pernah mba”
“Tenggelem?”
“Apalagi itu..”
“Oke, saya nggak usah pakai life jacket. Nggak kece nanti foto ootdnya”
x)))))
wkwkwk pemikiran kita sama toh :0
Hidup OOTD!
Klo sampai Magrovenya direklamasi gak bakal bisa foto di bawha hijaunya dan juga foto pake kain mahal eak
Eak eak.. #pesonakainmahal
Aaak, potonya yang di Pulau Tirang bagus-bagus. Sukak!
Anw seneng juga dapet kesempatan nanem mangrove. 😀
aww makasih kak rere!! duh maaf saya melewatkan momen menanam mangrovenya nih krn sibuk foto :p
mangrove ini fungsinya banyak banget, sayangnya lebih sering terlupakan
dulu bahkan saya mikir mangrove ini hanya merusak pemandangan aja, gak kayak pantai pasir putih dengan air yang bening
betapa lugunya saya waktu itu x))
Hahaha emang kita gak boleh liat penampilan luarnya..tp harus liat faedah nya y kak
wow kepiting dan ikan Semarang
ngiler yak?
Baru tau semarang ada tempat kayak gini ?
Nice info mbak..
sama sama mbak 🙂
Kok “mbak”..
Ini “mas mas” mbak
?
aduhhh maaf mas :p
kayaknya waktu aku tinggal di semarang dulu belum ada mangrove-nya dehh. senangnya sekarang makin digalakkan, dan semarang dah gak banyak banjir lagii..
berarti saatnya mengeksplorasi kota semarang lagi kak 🙂
terakhir min ke Mangrove ginian pas di Hutan Mangrove PIK~ ?
wkkw aku malah belum pernah ke PIK itu karena katanya kalau bawa kamera bayar lagi yah