Mitos vs Fakta Travel Blogger

Grand Canyon

A : “Kamu kerjanya apa len?”
Saya : “Travel Blogger”
A : “Keren yah..”
Saya : <<Iya keren dong makanya aku mau>>

Pertanyaan ini kerap saya hadapi. Zaman sekarang asal punya blog, nulis tentang wisata, share disana sini, maka “resmi” menyandang status sebagai travel blogger. Begitu jugalah dulu saya mengawali hobi ini. Bermula dari iseng nggak ada kerjaan, ingin mendokumentasikan agar apa yang telah dialami nggak lupa, lalu diikutkan di suatu lomba, eh taunya menang dapet duit. Kala itu traveling belum booming banget seperti sekarang.

Sekarang, travel blogger sedang jadi pekerjaan impian nih. Siapa yang tidak mau kerjanya jalan jalan dan dibayar pula? belum lagi melihat foto dan tulisannya dibaca dan dikagumi banyak orang? Berasa orang penting deh jadinya. Tapi faktanya travel blogger juga punya plus minus dan mitos yang menyertainya :

Fakta Travel Blogger :

Mitos : Travel Blogger / Writer adalah pekerjaan utama
Fakta :  Dari banyaknya Travel Blogger / Writer yang saya kenal, kebanyakan belum bisa menjadikan Travel Blogger/ Writer sebagai tulang punggung karena yah asap di dapur perlu mengepul terus setiap hari tetapi sayangnya penghasilan sebagai Travel Blogger / Writer datang tak menentu sehingga win-win soulution yang bisa diambil yah seperti saya. Saya tetap bekerja sebagai karyawan swasta nyambi melakukan hobi saya ini. Hasilnya kadang lebih baik karena di satu sisi saya punya gaji bulanan dan pendapatan “bonus” sebagai Travel Blogger / Writer. Memang sih sudah ada segelintir orang yang bisa bekerja sepenuhnya sebagai Travel Blogger / Writer jika dia juga bekerja sebagai reporter/fotografer atau sudah punya pamor sekelas Trinity. Kalau belum mencapai level itu, realistis saja. Kerja dulu yang biasa sambil ambil ambil cuti, atau manfaatkan bussiness trip, belajar menulis sambil nge-blog dan berusaha menjebolkan tulisan ke media.

Mitos : Travel Blogger / Writer hanya jalan jalan saja
Fakta : Ya iyalah kalau nggak tulisan datang darimana? Namun yang seringkali ditanggapi orang umum ialah Travel Blogger / Writer hanya bersenang senang saja. Padahal untuk menjadi Travel Blogger / Writer yang “profesional” jalan jalan saja tidak cukup. Saya harus fokus, teliti, pintar mengamati dan kreatif. Terkadang dibanding orang yang jalan jalan biasa dengan saya, mereka malah bisa lebih enjoy dibanding saya karena walaupun sedang jalan jalan, saya tetap bekerja. Sebelum mulai saya research dulu “enaknya di sini ngapaiin yah?”, “apa yang spesial dari kota ini?”. Begitu sampai di suatu lokasi, yang lain bisa selfie saya sibuk jepretin gedung, langit, kursi di taman hingga hampir lupa untuk potret diri sendiri sebagai bukti pernah hinggap di lokasi ini. Begitu selesai jalan, saya pun mesti langsung mendokumentasikan apa yang saya rasakan dan info info kecil sepanjang perjalanan hari ini karena jika sudah lewat hari, ingatan dan feel saya sudah makin berkurang. Padahal detil detil ini krusial jika saya ingin menulis tentang hal tersebut. Oh belum lagi yang lain belanja oleh oleh pulang, saya cukuplah bawa brosur / selebaran kota tersebut.

universal singapura

Mitos : Travel Blogger / Writer punya duit banyak
Fakta : Jalan jalan membutuhkan dana yang tidak kecil. Kebetulan saja ada Travel Blogger / Writer yang terlahir tajir sehingga bisa jalan jalan tanpa risau kondisi keuangannya. Lah bagi yang nggak gimana? Yah harus putar otak untuk mengakalinya. Bisa cari kerjaan yang emang banyak jalan seperti Tour Guide. Bisa ikut ikut lomba / kuis berhadiah jalan jalan. Bisa kerja aja, hidup hemat lalu duitnya buat jalan jalan. Bisa juga nggak punya duit banyak.. yah udah keliling kota sendiri aja. Intinya jika kita memprioritaskan jalan jalan dalam hidup kita, semesta akan membantu mencapainya kawan.

Mitos : Travel Blogger / Writer dapet duit banyak
Fakta : Harapannya sih gitu. Tetapi karena saya belum se-tenar Trinity, maka duitnya juga pasti nggak sekencang dia. Untuk mengakalinya, sebisa mungkin kisah perjalanan saya tuangkan ke tulisan dan dikirim ke media cetak terlebih dahulu. Setelah itu baru dimuat di blog agar menjaga traffic saya sehingga tetap ada tawaran iklan yang masuk. Meski begitu tetap saja penghasilan sebagai Travel Blogger / Writer jika dibandingkan dengan modal(baca :jalan jalan) yang harus dikeluarkan, saya tetap rugi besar. Malahan kalau dilanjutkan terus bisa “bangkrut” saya. Tapi yah nggak apa apa lah karena saya ikhlas menjalaninya. Bagi saya jalan jalan itu sudah jadi kebutuhan pokok saya dan manfaatnya buat saya telah memperkaya diri saya.

Mitos : Travel Blogger / Writer bisanya cuma nulis
Fakta : Tulisan memang menajdi jualan utama. Namun dibalik itu, banyak hal yang harus dilakukan lebih dari sekedar menulis. Saya perlu juga bersosialisasi dengan teman travel blogger lainnya untuk belajar dari mereka dan membangun koneksi. Perlu juga ilmu SEO. Perlu juga narsis dan pamer share hasil karya saya. Perlu juga punya Socmed apalagi Instagram yang bagus dan feed teratur karena tak jarang sekarang malah penghasilan bisa lebih banyak datang dari sana. #eh!. Perlu juga PDKT ke majalah majalah agar tulisan saya bisa gol terbit. Perlu juga terus mendapat ide “habis ini nulis apa yah?”. Ibarat bisnis, travel blog adalah toko. Saya memang menjual tulisan tapi setelah toko tutup, saya masih harus sibuk ngecek traffic, mengakomodir komen yang masuk, mencari peluang buat yang mau iklan dan tentunya memompa semangat untuk terus menulis, menulis dan menulis lagi.

Mitos : Travel Blogger / Writer harus bisa motret
Fakta : Idealnya begitu karena tulisan yang baik dan ditunjang foto yang menarik itu adalah sesuatu yang nggak bisa ditolak editor. Eits tapi.. ada tapinya nih. Dulu aku cuma punya kamera poket jadul Sony sebesar 12 megapixel aja. Itulah modalku selama ini foto foto hingga ke USA. Emang sih hasilnya nggak cetar sekali tetapi cukuplah. Saya belajar kalau tak bisa pake kamera keren maka saya harus bisa menangkap gambar yang ok ntah itu objeknya atau momennya. Dan ketika saya menawarkan tulisan saya ke media, memang saya harus menyertakan paling tidak beberapa foto. Namun, sekarang kayaknya sudah harus pakai lebih keren, sehingga saya pun sempat pakai Samsung NX3000 lalu sekarang berganti jadi Fuji XA3. Tapi punya kamera bagus pun kini sudah tak cukup. Untung saya juga lumayan enjoy pose di depan kamera, namun sayangnya belum ahli edit foto. Hiks!

Mitos : Travel Blogger / Writer kerjanya senang senang
Fakta : Apapun yang dilakukan dengan hati, hasilnya akan menyenangkan. Tetapi di balik semua itu, traveler sebagai manusia biasa juga punya keluhan yang sama. Bete, marah, bosan ketika perjalanan mungkin saja menghampiri. Namun mengingat “how lucky and grateful we are” pelan pelan mood saya baikan lagi. Nggak heran karena pekerjaan ini adalah passion saya.

Jadi masih ada yang mau jadi Travel Blogger?Kenapa? Buat kalian Travel Blogger, tambahin dong poin-poin lainnya!

**

****

Belanja baju keren & murah di shopee ini yah. 

****

**

NEXT : Kalau hidung mampet / pas covid ga bisa nyium bau, coba pake sterimar nasal spray.

sama pake Air Purifier buat bersihin udara

**

*

NEXT : Nginap di hutan untuk ketemu Orang Rimba

Travel Now or NEVER
38 Responses
  1. si engkong

    dari Iseng ke Hobby dari Hobby ke Bisnis dari Bisnis ke Kaya dari Kaya ke Sombong dari Sombong ke Ambruk….ha ha ha gak enak buntutnya yah Len

  2. Indri Juwono

    aww, kak lenny. aku masih belum bisa tuh mengandalkan jadi travel blogger aja. cuma bertahan 3 bulan, lalu balik setir lagi. 🙂

  3. Deva

    Aku baru sekali kirim tulisan ke koran, belum tembus. Masih harus banyak belajar lagi. 😀
    Tulisan Le yang ini benar2 memotivasi. Terima kasih, ya. 🙂

  4. Lenny Lim

    @deva : terus berjuang yah! aku juga dari sekian banyak ngirimin mungkin hanya satu yang mau menerima 🙂

    Memang kalau newbie seperti kita harus terus bersabar dan berusaha 😀

  5. Ein

    hai kak Lenny, wah baru tahu ternyata jadi travel blogger nggak cukup modal senang jalan-jalan aja hihi

    😀

    dudukpalingdepan.blogspot.com

  6. The Traveling Cows

    eiim, bener beut….paling enak kalo jadi full time travel blogger tapi simpenannya engkoh tajir melintir ya, ga pake pusing urusan dapur….huauhauahaha

  7. Ardan

    Kok aku tertarik dengan potongan kalimat “.. dan berusaha menjebolkan tulisan ke media” ya mbak? Dibagikan email redaksi majalah boleh?

    Sudah pernah nyari, cuma belum nemu. Adanya untuk iklan dan sirkulasi pemasaran doang ?

  8. Audi

    “Begitu selesai jalan, saya pun mesti langsung mendokumentasikan apa yang saya rasakan dan info info kecil sepanjang perjalanan hari ini karena jika sudah lewat hari, ingatan dan feel saya sudah makin berkurang.”

    Yang ini rasanya mengena banget. Tiap saya mengalami suatu kejadian, rasanya banyak banget kata-kata yang keluar andai langsung cepat ditulis. Tapi biasanya mulai menulis setelah lewat beberapa minggu kemudian.

    Ketahuan deh hasilnya seperti apa. Bengong saja didepan laptop memikirkan kata dan mengingat kejadian. Terus bubar, tidak jadi menulis.

  9. Budi Setiadi

    Beda ya orang yang sekedar jalan-jalan sama travel blogger itu kelihatan jelas. Kalau yang jalan-jalan bisa sibuk belanja, foto-foto cantik, atau haha hihi. Kalau travel blogger mah boro bisa kek gitu, yang dipikirin gimana bisa buat konten blog yang menarik.

    1. Lenny Lim

      wkwk betull… jalan-jalan tapi sambil mikir angle, tar mau cerita apa, ambil footage video dll.. apalagi kalau udah ikut acara / famtrip hehe

  10. Ernawati Namza

    Setelah baca ini saya merasa dapat insight baru. Saya juga masih belajar untuk jadi travel bloger. Apapun profesi kita, jika kita suka dan melakukan dengan senang pasti ada jalan ketika ada masalah. Tantangan sih, tapi begitulah nilai-nilai berjuang tidak ada yang instan. Semua harus berporoses.

Leave a Reply