Lihat Jepang Dari Malang

the onsen resort batu

“Juan aku mau ke Malang..” teriak aku dari ujung telepon.

Pesan singkat itu menjadi pembuka obrolan panjang setelah lebih dari 2 tahun tidak bersua. Dulu ketika Juan masih tinggal di Jakarta, kami suka bermain – traveling– makan bareng.

Kini ia telah menemukan mimpi dan “rumah” barunya di Malang. Aku bahagia untuknya meski tidak siap dengan konsekuensinya, yaitu ia sibuk dan memprioritaskan dunianya yang baru. Lama-kelamaan tidak pernah lagi ada pesan atau sambungan telepon. Kami putus kontak. Tapi kedatanganku kali ini ke Malang akhirnya mampu menyambung tali silahturahmi yang sempat renggang.

Ini juga salah satu trip pertamaku ke Malang sehingga aku senang bukan kepalang. Dari jauh-jauh hari aku telah menyusun berbagai rencana. Tempat yang harus dikunjungi. Kuliner yang harus dicicipi. Hotel yang harus diinapi hingga pakaian OOTD apa yang akan aku kenakan. Semuanya tersusun rapi!

Semua itu makin sempurna karena Juan menyempatkan waktunya untuk menemaniku selama perjalanan 4D3N. Di tengah jadwalnya yang padat, Juan memboncengku ke salah satu detinasi impianku, JEPANG! Tapi Jepang ini tidak perlu mengharuskan aku untuk membawa paspor lalu terbang melintasi samudera. Cukuplah dengan sepeda motor, kami berdua berkendara sejam dari Malang untuk tiba di Kota Batu yang dingin. Ya, tubuhku yang biasanya bermandikan keringat dengan panas terik matahari Jakarta rasanya perlu waktu lama untuk beradaptasi dengan hawa sejuk Kota Batu.

Tapi rasa dingin itu rupanya sangat cocok dengan destinasi yang kami kunjungi yakni The Onsen Resort Batu.

Tempat ini adalah penginapan mewah dengan sumber mata air panas alami sebagai keunikan utamanya. Tapi jika tidak ingin menginap, para pengunjung umum seperti kami juga tetap bisa masuk sekadar untuk ke restorannya atau menyewa Yukata yang seperti kulakukan.

Peminjaman Yukata ini buka setiap hari dan terletak di Megumi Kiosk yang juga merupakan toko souvenir. Untuk meminjam, perlu menyerahkan KTP sebagai jaminan atas Yukata yang akan kukenakan selama 2 jam. Aku juga lantas membayar 100rb. Namun ada potongan 20rb dari pembayaran tiket masuk The Onsen Resort sebelumnya jadi aku cukup membayar 80rb saja. Selesai proses administrasi, si mbak mengajakku ke belakang di mana sudah tersedia puluhan jenis Yukata beragam corak, rupa dan warna. Semuanya bagus, sampai aku kebingungan untuk memilihnya. Akhirnya aku mempercayakan rekomendasi si mbak dan juga Juan yang ikut membantu memilihkan. Setelah itu, si mbak juga membantuku memakaikan pakaian tradisional Jepang ini. Walau terlihat simpel, tapi ada teknik tersendiri untuk mengikat sabuk serta mengepaskannya di badanku. Belum lagi aku tak mahir mengatur rambutku sendiri, jadi mbaknya juga membuatkan sedikit cepol dan memasang aksesoris di rambutku. Terakhir ia menyerahkan sebuah kipas merah muda untuk kugengam.

Hasilnya? Not bad kan?

hotel di malang

Cuaca dingin di Kota Batu sangat cocok dipadu padankan dengan Yukata karena bahan katun kainnya ini mampu membalut tubuhku menjadi hangat.

Dari Megumi Kiosk aku berjalan menyusuri deretan Ryokan – rumah tradisional Jepang – yang berjajar rapi. Tiap Ryokan seperti merepresentasikan nama daerah di Jepang yang terpahat kuat di tiap gerbang kayunya. Bentuknya sekilas membuatku berpikir akan rumah panggung di Sumatera. Ada sedikit kemiripan yang kutemui di sana.

Selain Ryokan, ada juga taman-taman khas Jepang yang kesemuanya mampu menghadirkan suasana Jepang yang sesunguhnya. Karena aku belum pernah ke Jepang benaran, maka aku bertanya ke Juan yang sudah lebih dulu ke sana.

“Mirip gak sih dengan Jepang?” tanyaku ketika kami melewati area layaknya di Bambu Arashiyama, Kyoto.

Dia hanya mengangguk-angguk setuju seolah sedang bernostalgia.

hotel-the-onsen

Kami beruntung hari itu hampir tidak ada pengunjung lainnya . Satu kawasan ini tak ubahnya seperti halaman belakang tempat kami mencatat satu lagi kenangan indah bersama. Hatiku terasa penuh dan berbunga-bunga karena impianku mengenakan Yukata tercapai sudah.

Puas mengeksplorasi, aku dan Juan segera menuju ke area kolam dengan gerbang Tori. Ada sebuah jembatan lengkung di sampingnya yang menjadi tempat favoritku untuk merenung sambil melihat gerombolan bebek yang hilir mudik di kolam tersebut. Di sekelilingnya, ditanamlah bunga sakura buatan yang warnanya secerah masa depan yang aku impikan.

Lamunanku segera terpecah karena perutku berbunyi dan tenggorokan yang mulai kering.

Tiada lagi alasan yang lebih masuk akal untuk segera mampir ke restoran yang bertabur lampu lentera khas Jepang tersebut. Di resto ini terdapat juga masakan ala Teppanyaki bagi yang menginginkan makanan segar yang langsung disajikan oleh chef andal. Sebenarnya tempat ini pun sangat cocok sebagai tempat convention. The Onsen Resort Batu juga memiliki ruangan yang cukup untuk menggelar aneka perayaan seperti ulang tahun hingga intimate wedding. Apalagi latar belakangnya disajikan dengan pemandangan layaknya di Negeri Matahari Terbit begini.

Terakhir, aku masih punya satu wishlist lagi yaitu balik kembali ke The Onsen Resort Batu bersama Juan dan kali ini harus pake banget untuk menginap di Ryokan ala Jepang ini. Satu Ryokan ini memiliki 2 kamar tidur serta 1 private onsen yang bisa bebas dipake ketika sore di mana suhu udara mulai membuattubuh semriwing. Sebenarnya bagi pengunjung umum, juga bisa mencoba berendam di onsen umumnya namun sayangnya hanya tersedia di hari Jumat-Minggu pada pukul 14.00-17.00 WIB. Onsennya pun tidak dicampur antara pria dan wanita sehingga sangat nyaman.

Namun tetap saja, aku lebih ingin merasakan sensasi berendam langsung di onsen pribadi ketika menginap di The Onsen Resort Batu semalam sambil memandangi Gerbang Tori.

onsen

Lagi pula, Juan adalah seorang arsitektur. Aku berani bertaruh ia pasti bakal senang dan akan mengagumi keindahan Ryokan ini. Mulai dari tatami, hingga furniturnya sangat mencerminkan kualitas dan kelas yang sangat berbeda dari akomodasi pada umumnya. Tatanan minimalis pun terasa menjadi nyawa dari desain utama masterpiece ini. Pengalaman staycation ini bakal menjadi highlight trip kami berikutnya!

Tak sabar rasanya untuk mengepak koperku lagi dan menjejakkan kaki kembali ke Malang dan Batu. The world is waiting for us.

Travel Now or NEVER

Leave a Reply